Tuesday, 4 November 2014

Ringkasan artikel2 yang ada di blog ini



Berikut adalah ringkasan artikel2 yg ada di blog ini.

Jika tertarik, monggo membaca artikel selengkapnya, tinggal klik di judulnya.

Ini tentang berbagai situasi kehidupan yang penuh ketidakbahagiaan, atau lebih tepatnya, penuh dengan seribu satu alasan untuk tidak bahagia.

Pernah ngga mendengar pendapat yang bertentangan antar pendeta? Atau antar gereja? Kalau perbedaan pendapatnya pada hal-hal kecil sih ngga masalah, tapi gimana kalo pada hal-hal yang mendasar? Repotnya masing-masing gereja punya argumen sendiri, punya ayat pendukungnya, dan semuanya meyakinkan. Lalu gimana dong kita yang jemaat biasa-biasa ini? Ikut yang mana dong?

Alkitab dan lelaki tanpa burung
Ini cerita tentang sida-sida dari Etiopia di Kisah 8:26-40. Tentang cinta kasih Tuhan yang melampaui akal manusia dan tidak pandang bulu (serta tidak pandang burung juga).

Puisi singkat yg mengekspresikan perasaan saya ketika mengamati gaya hidup masyarakat masa kini. Mungkinkah kita telah hanyut dalam arus zaman dan terpaksa membeli ide2 yang tidak kita sukai?

Menengok kembali praktik ibadah minggu
“Koq lama ngga keliatan di ibadah minggu?” adalah pertanyaan yang sering kita dengar. Yang jarang kita dengar adalah “Kenapa sih koq tanya2 gitu? Emang ibadah cuman hari minggu? Apa Alkitab mengajarkan kita beribadah di gereja di hari minggu? Yg mana ayatnya? Dan apakah ibadah minggu kita menyenangkan Allah? Apa sih esensi ibadah itu?” Saya menelusuri sejarah lahirnya ibadah hari minggu, mendiskusikan ayat-ayat tentang ‘ibadah’, dan mengajak kita merefleksikan kembali: sudahkah kita benar-benar ‘beribadah’ setiap hari minggu?

Kebanyakan kita percaya bahwa ajaran Alkitab itu kekal, tidak berubah dulu-sekarang-selamanya. Tapi nyatanya tidak demikian. Konsep ‘dosa’ misalnya, selalu berubah sepanjang sejarah lho. Coba kita berpikir sejenak tentang perbudakan, poligami, genosida, peran perempuan, perpuluhan, perceraian, hari Sabat, dst. Saya menggunakan konsep ‘mitos agensi tekstual’ dari Dale B. Martin untuk menjelaskan hal ini. Dale menunjukkan bahwa Alkitab tidak bisa ‘berbicara’. Manusia lah yg membuatnya ‘berbicara’. Konsekuensinya, kita tidak bisa lagi dgn gampang mengeklaim: ‘Alkitab sendiri yang bilang gitu lho!’, karena cara kita membaca selalu dipengaruhi budaya, bahasa, dan ideologi. Menjadi orang Kristen tidak bisa lagi mudah, sederhana, dan dogmatik; tapi kita harus terus mempelajari, merenungkan, dan mengkontekstualisasikan apa yang sebenarnya hendak Tuhan ajarkan lewat Alkitab.

Saya menikmati Natal. Saya selalu menyukai suasana, pernak pernik, dan acara-acara Natal. Tapi ketika menengok apa kata Alkitab tentang Natal, saya menemukan betapa jauhnya praktik Natal kita dari Alkitab. Saya akan menunjukkan bahwa setiap kalimat berikut ini mengandung kekeliruan: “24 Desember malam, sekitar dua ribu tahun yang lalu. Yusuf dan Maria tiba di kota Betlehem. Maria yang menunggang keledai tiba-tiba merasa sakit bersalin. Satu per satu penginapan di Betlehem mereka ketuk. Namun setiap penjaga penginapan yang mereka jumpai menolak karena semua kamar penuh. Maka Maria pun melahirkan Yesus di sebuah kandang. Kemudian sejumlah besar malaikat bernyanyi di depan gembala-gembala. Malam itu tiga orang Majus juga datang menyembah bayi Yesus.” Saya mengakhiri artikel ini dengan ajakan untuk merenungkan lagu Taylor Swift “Christmas must be something more”.

Perdebatan seputar ‘dosa’ homoseksualitas memang seru dan tidak ada habisnya. Saya mengulas topik-topik yang sering muncul di sekitar perdebatan ini, seperti 6 spektrum posisi gereja terhadap isu ini (dari yang sangat konservatif sampai sangat liberal), peran bawaan vs lingkungan, dan interpretasi 6 bagian Alkitab yang berbicara secara eksplisit tentang hubungan sesama jenis. Sejarah kekristenan telah menunjukkan bagaimana Alkitab tidak pernah menyediakan panduan baku tentang seks dan pernikahan. Etika seksual Kristen selalu berubah sepanjang zaman. Terakhir, saya menawarkan alternatif untuk pro kontra marriage equality bill di New Zealand. 

Sebuah puisi pendek yang muncul di benak saya ketika merenungkan siapa sebenarnya orang Farisi itu, khususnya di abad 21 ini. Saya meniru gaya bicara Yesus di Matius 23.

Mengapa kita menginjil? Dan apakah kita benar-benar mengerti dasar Alkitabiah utk kita menginjil? Adakah hubungan antara politik, ekonomi, dan penginjilan? Di artikel ini saya membaca ulang Matius 28:19-20 dan Yohanes 14:6, terinspirasi sebuah tulisan dari Brian McLaren. Artikel ini adalah salah satu artikel saya yang paling kontroversial dan mengundang reaksi dari pendeta, majelis, dan teman-teman.

Abraham Kuyper adalah seorang teolog, jurnalis, reformator pendidikan, anggota DPR, menteri, dan juga perdana menteri Belanda tahun 1901-1905. Dalam artikel ini saya membahas kritik Kuyper terhadap Calvinisme yang sering disudutkan pada soteriologi belaka (doktrin ttg keselamatan). Padahal menurut Kuyper Calvinisme lebih dari itu. Calvinisme adalah penjelasan tentang kehidupan secara menyeluruh. Makanya pemikiran Kuyper kemudian sering disebut-sebut sebagai Neo-Calvinisme. Setidaknya ada 4 asumsi dasar Neo-Calvinisme: Yesus adalah Tuhan atas segalanya, mandat budaya, common grace, dan redemption of creation. Berangkat dari asumsi2 ini, saya menarasikan bagaimana Kuyper berjuang mentransformasi budaya, politik, pendidikan, jurnalisme, dll; termasuk mengusulkan kemerdekaan bagi Indonesia lho!

No comments:

Post a Comment