Berikut adalah ringkasan artikel2 yg ada di blog ini.
Jika tertarik, monggo membaca artikel selengkapnya,
tinggal klik di judulnya.
Ini tentang berbagai situasi kehidupan yang penuh
ketidakbahagiaan, atau lebih tepatnya, penuh dengan seribu satu alasan untuk
tidak bahagia.
Pernah ngga mendengar pendapat yang bertentangan antar
pendeta? Atau antar gereja? Kalau perbedaan pendapatnya pada hal-hal kecil sih
ngga masalah, tapi gimana kalo pada hal-hal yang mendasar? Repotnya
masing-masing gereja punya argumen sendiri, punya ayat pendukungnya, dan
semuanya meyakinkan. Lalu gimana dong kita yang jemaat biasa-biasa ini? Ikut
yang mana dong?
Alkitab dan lelaki
tanpa burung
Ini cerita tentang sida-sida dari Etiopia di Kisah 8:26-40. Tentang cinta kasih Tuhan yang melampaui akal manusia dan tidak pandang bulu (serta tidak pandang burung juga).
Ini cerita tentang sida-sida dari Etiopia di Kisah 8:26-40. Tentang cinta kasih Tuhan yang melampaui akal manusia dan tidak pandang bulu (serta tidak pandang burung juga).
Puisi singkat yg
mengekspresikan perasaan saya ketika mengamati gaya hidup masyarakat masa kini.
Mungkinkah kita telah hanyut dalam arus zaman dan terpaksa membeli ide2 yang
tidak kita sukai?
Menengok kembali praktik ibadah minggu
Menengok kembali praktik ibadah minggu
“Koq lama ngga
keliatan di ibadah minggu?” adalah pertanyaan yang sering kita dengar. Yang
jarang kita dengar adalah “Kenapa sih koq tanya2 gitu? Emang ibadah cuman hari
minggu? Apa Alkitab mengajarkan kita beribadah di gereja di hari minggu? Yg
mana ayatnya? Dan apakah ibadah minggu kita menyenangkan Allah? Apa sih esensi
ibadah itu?” Saya menelusuri sejarah lahirnya ibadah hari minggu, mendiskusikan
ayat-ayat tentang ‘ibadah’, dan mengajak kita merefleksikan kembali: sudahkah
kita benar-benar ‘beribadah’ setiap hari minggu?
Kebanyakan kita
percaya bahwa ajaran Alkitab itu kekal, tidak berubah dulu-sekarang-selamanya.
Tapi nyatanya tidak demikian. Konsep ‘dosa’ misalnya, selalu berubah sepanjang
sejarah lho. Coba kita berpikir sejenak tentang perbudakan, poligami, genosida,
peran perempuan, perpuluhan, perceraian, hari Sabat, dst. Saya menggunakan
konsep ‘mitos agensi tekstual’ dari Dale B. Martin untuk menjelaskan hal ini.
Dale menunjukkan bahwa Alkitab tidak bisa ‘berbicara’. Manusia lah yg membuatnya
‘berbicara’. Konsekuensinya, kita tidak bisa lagi dgn gampang mengeklaim:
‘Alkitab sendiri yang bilang gitu lho!’, karena cara kita membaca selalu
dipengaruhi budaya, bahasa, dan ideologi. Menjadi orang Kristen tidak bisa lagi
mudah, sederhana, dan dogmatik; tapi kita harus terus mempelajari, merenungkan,
dan mengkontekstualisasikan apa yang sebenarnya hendak Tuhan ajarkan lewat
Alkitab.
Saya menikmati Natal.
Saya selalu menyukai suasana, pernak pernik, dan acara-acara Natal. Tapi ketika
menengok apa kata Alkitab tentang Natal, saya menemukan betapa jauhnya praktik
Natal kita dari Alkitab. Saya akan menunjukkan bahwa setiap kalimat berikut ini
mengandung kekeliruan: “24 Desember malam, sekitar dua ribu tahun yang lalu.
Yusuf dan Maria tiba di kota Betlehem. Maria yang menunggang keledai tiba-tiba
merasa sakit bersalin. Satu per satu penginapan di Betlehem mereka ketuk. Namun
setiap penjaga penginapan yang mereka jumpai menolak karena semua kamar penuh.
Maka Maria pun melahirkan Yesus di sebuah kandang. Kemudian sejumlah besar
malaikat bernyanyi di depan gembala-gembala. Malam itu tiga orang Majus juga
datang menyembah bayi Yesus.” Saya mengakhiri artikel ini dengan ajakan untuk
merenungkan lagu Taylor Swift “Christmas must be something more”.
Perdebatan seputar
‘dosa’ homoseksualitas memang seru dan tidak ada habisnya. Saya mengulas
topik-topik yang sering muncul di sekitar perdebatan ini, seperti 6 spektrum
posisi gereja terhadap isu ini (dari yang sangat konservatif sampai sangat
liberal), peran bawaan vs lingkungan, dan interpretasi 6 bagian Alkitab yang
berbicara secara eksplisit tentang hubungan sesama jenis. Sejarah kekristenan
telah menunjukkan bagaimana Alkitab tidak pernah menyediakan panduan baku
tentang seks dan pernikahan. Etika seksual Kristen selalu berubah sepanjang
zaman. Terakhir, saya menawarkan alternatif untuk pro kontra marriage equality
bill di New Zealand.
Sebuah puisi pendek
yang muncul di benak saya ketika merenungkan siapa sebenarnya orang Farisi itu,
khususnya di abad 21 ini. Saya meniru gaya bicara Yesus di Matius 23.
Mengapa kita
menginjil? Dan apakah kita benar-benar mengerti dasar Alkitabiah utk kita
menginjil? Adakah hubungan antara politik, ekonomi, dan penginjilan? Di artikel
ini saya membaca ulang Matius 28:19-20 dan Yohanes 14:6, terinspirasi sebuah
tulisan dari Brian McLaren. Artikel ini adalah salah satu artikel saya yang
paling kontroversial dan mengundang reaksi dari pendeta, majelis, dan
teman-teman.
Abraham Kuyper adalah
seorang teolog, jurnalis, reformator pendidikan, anggota DPR, menteri, dan juga
perdana menteri Belanda tahun 1901-1905. Dalam artikel ini saya membahas kritik
Kuyper terhadap Calvinisme yang sering disudutkan pada soteriologi belaka
(doktrin ttg keselamatan). Padahal menurut Kuyper Calvinisme lebih dari itu.
Calvinisme adalah penjelasan tentang kehidupan secara menyeluruh. Makanya
pemikiran Kuyper kemudian sering disebut-sebut sebagai Neo-Calvinisme.
Setidaknya ada 4 asumsi dasar Neo-Calvinisme: Yesus adalah Tuhan atas
segalanya, mandat budaya, common grace, dan redemption of creation. Berangkat
dari asumsi2 ini, saya menarasikan bagaimana Kuyper berjuang mentransformasi
budaya, politik, pendidikan, jurnalisme, dll; termasuk mengusulkan kemerdekaan
bagi Indonesia lho!