Thursday, 29 August 2013

Alkitab dan lelaki tanpa burung


Ini kisah tentang seorang lelaki tanpa burung, atau istilahnya "sida-sida". Cerita tentang sida-sida dari Etiopia di Kisah 8 tentu sudah ngga asing lagi di telinga kita bukan? Itu lho, yang dibaptis oleh Filipus di perjalanan pulang dari Yerusalem menuju ke Etiopia. Kali ini kita akan coba menelaah cerita ini lebih dalam, dan merenungkan apa maknanya bagi kita di zaman sekarang.

Apa itu “sida-sida”?
Menurut Wikipedia, sida-sida (atau dalam bahasa Inggris disebut eunuch) adalah seorang lelaki yang dikebiri biasanya pada usia dini agar berdampak pada perkembangan hormonnya. Pengertian mengebiri (castrate) menurut KBBI adalah menghilangkan kelenjar testis pada hewan jantan, atau memotong ovarium pada hewan betina. (Jadi sebenarnya judul tulisan ini tidak tepat, karena yang dibuang adalah testis, bukan penis. Tapi judul “lelaki tanpa buah pelir” kurang mantab rasanya. Hehe. Kalau keduanya dibuang, istilahnya adalah emasculate, bukan castrate.)

Praktik kebiri ini banyak ditemukan di berbagai budaya kuno antara lain Sumeria, Cina, Romawi, dan India. Kebiri awalnya dilakukan untuk mempermalukan musuh yang kalah perang. Tapi kemudian banyak dipraktikkan juga pada budak lelaki, agar tidak menghamili majikan perempuan ketika mereka bekerja rumah tangga atau merawat majikannya. Makanya kebiri banyak dilakukan pada usia dini yaitu sebelum pubertas, agar hormon testoteron tidak diproduksi sehingga tidak agresif dan lebih cocok untuk pekerjaan seperti merawat rumah, anak-anak, dan majikan perempuan.

Karena risiko kematian besar sekali ketika penis dan testis dipotong semua, maka praktik yang banyak dilakukan adalah membuang testis saja. Metode melakukan kebiri di zaman dahulu -sebelum teknologi operasi medis ditemukan- lumayan mengerikan, misalnya menghancurkannya dengan benda keras, memotongnya dengan benda tajam, atau mengikat kantung testis erat-erat hingga testis mati.

Dalam perkembangannya sida-sida memiliki berbagai peran yang unik. Kedekatannya dengan keluarga majikannya (yang umumnya bangsawan) membuat mereka mengetahui banyak informasi tentang kerajaan. Banyak yang kemudian dipercaya menjadi pejabat seperti kisah sida-sida dari Etiopia yang merupakan kepala bendahara Ratu Kandake. Peran lain yang dilakukan sida-sida adalah penyanyi treble, karena tidak ada hormon testoteron yang membuat suara mereka ngebas. Sida-sida juga dianggap memiliki kebijaksanaan dan kepekaan spiritual yang tinggi sehingga mereka sering diangkat menjadi penasehat raja. Status sosial mereka unik, di satu sisi tidak “macho” untuk ukuran laki-laki (sehingga rentan di-bully di zaman sekarang), tapi beberapa peran yang mereka emban sangat terhormat (sehingga mestinya ngga ada yang berani mem-bully).

Di Alkitab banyak ayat yang menyinggung tentang sida-sida, tentunya selain cerita sida-sida dari Etiopia itu. Di zaman Musa misalnya, walaupun sida-sida tidak dipraktikkan oleh bangsa Israel namun di kitab Ulangan 23 ada disebutkan: “Orang yang hancur buah pelirnya atau yang terpotong kemaluannya, janganlah masuk jemaah TUHAN.” Ini karena bangsa-bangsa lain di sekitar Israel pada waktu itu mempraktikkan kebiri. Sida-sida yang pernah disebutkan di Alkitab antara lain Ebed-melech temannya Yeremia, sida-sida yang melayani Ester, dan juga sida-sida yang melayani Nebudkanezar. Selain itu para pakar Alkitab menduga beberapa tokoh Alkitab sebenarnya adalah sida-sida karena posisi mereka yang tinggi di kerajaan non-Israel; seperti Nehemia, Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego.

Tentunya yang paling terkenal di Alkitab dan disebutkan secara eksplisit sebagai sida-sida adalah cerita sida-sida dari Etiopia di Kisah 8: 26-40. Yuk kita coba baca dan renungkan cerita ini lebih dalam.

Keistimewaan kisah sida-sida dari Etiopia
Cerita ini punya beberapa keistimewaan. Sida-sida yang tidak disebutkan namanya ini adalah salah satu orang non-Yahudi paling awal yang dibaptis menjadi orang Kristen. Kalau kita cermati di Kisah Rasul, cerita sida-sida ini muncul sebelum Paulus (sang rasul bagi bangsa non-yahudi) bertobat lho, dan bahkan sebelum Petrus diberi mimpi tentang makanan haram. Coba kita bayangkan jadi keduabelas murid Yesus di zaman itu. Praktik agama kan selalu erat kaitannya dengan etnisitas. Yang mempraktikkan Judaisme ya orang Israel. Bangsa lain punya dewa dan ritual agama mereka sendiri. Tidak mudah bagi rasul-rasul saat itu untuk membayangkan bahwa ada orang bangsa lain yang dibaptis menjadi pengikut Yesus. Buktinya, Tuhan sampai repot-repot memberikan mimpi pada Petrus sebelum Kornelius datang kan.

Keistimewaan lain dari cerita ini adalah Tuhan kayaknya sengaja memilih sida-sida ini secara spesifik untuk menjadi Kristen. Filipus diperintah oleh malaikat secara khusus untuk pergi ke jalan yang sepi di padang gurun. Kemudian ketika Filipus melihat kereta sida-sida ini, Roh Kudus memberitahunya untuk mendekati kereta itu. Arahan yang sangat spesifik ini menunjukkan bahwa Tuhan sedang mendemonstrasikan pilihanNya. Bisa aja sida-sida ini diselamatkan di momen yang lain kan, misalnya saat Petrus berkhotbah dan 3000 orang dibaptis di Kisah 2 itu. Toh waktu itu sida-sida ini sedang di Yerusalem, dan berita tentang Yesus lagi hot-hot nya: kematian dan kebangkitan Yesus, turunnya Roh Kudus, 3000 org bertobat, kematian Stefanus, dll. Tapi nampaknya dia tidak terlalu ngeh dengan berita itu. Nyatanya, Tuhan menunjukkan proses yang istimewa hingga diperlukan 14 ayat untuk menceritakan pertobatan 1 orang ini.

Siapa sih sebenarnya sida-sida ini? Alkitab tidak memberikan banyak informasi tentang latar belakangnya, namun yang pasti pertobatannya tidak terjadi dalam sekejab itu saja. Pertobatannya sudah Tuhan persiapkan jauh sebelumnya. Pertama, di zaman itu tidak semua orang bisa memiliki salinan Kitab Yesaya. Harganya pasti sangat mahal, karena harus disalin dengan tangan oleh penyalin khusus. Orang yang punya uang banyak pun belum tentu ingin membelinya kalau tidak punya ketertarikan khusus. Hati sida-sida ini jelas sudah memiliki kerinduan tertentu akan Tuhan sebelum bertemu Filipus. Kedua, perjalanan ke Yerusalam dari Etiopia bukan hal yang mudah. Jaraknya kurang lebih 2500km, seperti dari Semarang ke Medan. Pembaca yang budiman ada yang mau naik kereta kuda dari Semarang ke Medan? Monggo dicoba. Ketiga, kalau dia bukan Yahudi, ngapain menyembah Tuhannya orang Yahudi di Yerusalem? Apakah dia ada turunan Israel? Kalaupun iya, dia tidak bisa masuk hitungan jemaah Tuhan karena dia dikebiri kan (inget Ulangan 23 di atas). Jadi nampaknya dia adalah orang non-Yahudi yang entah kenapa tertarik dan ingin menyembah Tuhan di Yerusalem.

Apa yg bisa kita pelajari?
Di situs-situs Bible study, cerita sida-sida ini sering difokuskan ke tema kedaulatan Tuhan dalam menyelamatkan manusia. Kita ngga pernah menyangka cara ajaib yang bisa Tuhan pakai untuk  memilih seseorang secara khusus untuk diselamatkan.

Tema lain yang juga sering muncul adalah cinta kasih Tuhan yang tidak pandang bulu dan tidak pandang burung: suku, ras, etnis, latarbelakang agama, nasionalitas, status sosial, dan maskulinitas. Sida-sida dari Etiopia menyandang semua atribut minoritas ini. So, apapun bentuk dan latar belakang loe, Tuhan cinta sama kamu masbro!

Cerita ini juga banyak dipakai untuk mendukung teman-teman yang secara seksual berbeda dengan kebanyakan orang. Sida-sida ini dipakai sebagai bukti bahwa Tuhan menerima mereka apa adanya, dan bahwa gereja seharusnya inklusif.

Kali ini kita coba renungkan tentang inklusivitas gereja secara lebih luas, dan lebih nyata yuk. Misalnya nih, kamu adalah seorang sutradara terkenal yang berniat membuat versi abad 21 dari kisah sida-sida dari Etiopia ini. Kira-kira siapa yang akan kamu pilih? Siapa kelompok manusia yang paling aneh, menjijikkan, dan tidak terbayangkan untuk berada di gereja? Apa hal yang begitu menjijikkannya sampai dalam mimpi pun (seperti Petrus) kamu tidak mau melakukannya sekalipun Tuhan yang menyuruh?



Gimana kalau ada 20 orang waria datang ke gereja kita dan ingin berjemaat? Bagaimana kalau PSK yang terjangkit HIV? Atau sekelompok mantan narapidana yang dulunya pernah melakukan pemerkosaan, pembunuhan, atau terorisme? Bagaimana kalau pedofilia? Siapkah kita menerima mereka sebagai saudara seiman? Siapkah kita menerima pertanyaan dari anak-anak sekolah minggu “itu siapa, kenapa mereka begitu”?

Di sinilah signifikansi cerita sida-sida dari Etiopia. Cerita ini menantang gereja untuk membagikan kasih Kristus ke siapa saja. Sayangnya pemikiran kita sudah dibentuk oleh dunia untuk mengelompok-ngelompokkan orang, membuat tingkatan-tingkatan, sehingga kita merasa lebih baik, lebih bermartabat, lebih kudus, seolah ngga pernah berbuat dosa. Kalau kita mau belajar jadi manusia yang lebih mengasihi Tuhan dan sesama, kita mesti bertekad membongkar dan menjungkirbalikkan asumsi-asumsi gak penting hasil bentukan dunia itu. Kita mesti belajar melihat Yesus di wajah-wajah jelek yang tidak ingin kita lihat. Bukan hal yang gampang, dan ada segudang risiko yang harus dipertimbangkan. Tapi memangnya siapa bilang mengikut Tuhan itu gampang?
 


Ia tidak tampan
dan semaraknyapun
tidak ada sehingga kita memandang dia,
dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya.
Ia dihina dan dihindari orang,
seorang yang penuh kesengsaraan
 dan yang biasa menderita kesakitan;
ia sangat dihina,
sehingga orang menutup mukanya terhadap dia
dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.
Yes 53:2b-3